Sabtu, 29 Desember 2012
Apa Maumu?
Apa maumu? Pertanyaan yang selagu dengan detak jantungku.
Sebab akan menjadi akibat. Kehidupanku akan menjadi sebab bagi kehidupan seseorang, yang kemudian menjadi sebab bagi kehidupan lainnya, saling bertautan seperti benang dengan berbagai warna menghubungkan kelingking satu dengan lainnya. Hingga pada taut kesekian, sebab itu menjadi akibat bagi keberlangsunganku.
Apa maumu? Entah detik keberapa dalam hidupku pertanyaan kelak menjadi pernyataan.
Setiap aku adalah satu tetes hujan dari sekian juta jejak kaki hujan yang menjadi riak pada permukaan kolam. Tanpa ada yang perduli aku tetes keberapa, jatuh pada detik keberapa, pada permukaan kolam yang sebelah mana.
Apa maumu?
Hening.
Saat peluh tak juga mengering, kuputuskan untuk bersandar pada Yang Tak Akan Meninggalkanku. Kutunggu jawab atas semua tanya sesuai kehendakNya.
Pelan-pelan, namun yakin. Sunyi ini tak akan berakhir sepi.
Jumat, 09 November 2012
Biarkan orang lain menjalani kehidupan yang kecil, tetapi kamu jangan.
Biarkan orang lain memperdebatkan soal-soal kecil, tetapi kamu jangan.
Biarlah orang lain menangisi kepedihan-kepedihan kecil, tapi kamu jangan.
Biarlah orang lain menyerahkan masa depan mereka kepada orang lain, tetapi kamu jangan.
- Cinta Suci Zahrana oleh Habiburrahman El Shirazy
Sabtu, 27 Oktober 2012
Kisah Benang Merah
Mencuri dengar jejak langkah masa lalu
Kau kagumi kisah benang merah yang mengikat kelingking antara kau dan tuanmu
Mereka bilang kau hebat
Karna kau terbuat dari bahan yang kuat
Mereka lupa, sayang
Pori-pori dalam tubuhmu terlalu besar hingga jika kau ketuk sekali saja, serpihannya dapat menyakiti kaki-kaki telanjang yang menginjak-injak dirimu
Berdiri
Ikuti rentang benang merah yang kau sendiri tak tahu dimana ujungnya
Jika kaki yang menopangmu sudah terasa lemas,
Kau ada dalam setengah perjalananmu
Selamat malam tulang rusuk tanpa tuan
Kamis, 18 Oktober 2012
Pertama
Pertama kali menulis puisi buat seseorang, dan pertama kali patah hati. Gema bilang, dia lebih suka lirik lagu daripada puisi :(
Gema suka nyanyi. Dia pernah mengisi acara di komplek rumah saya dulu. Suara dan penampilannya mampu menghimbur semua yang datang, terutama anak muda. Setelah tampil, biasanya dia membagikan stiker, dan mati-matian saya desak-desakkan dengan warga komplek yang notabene ukuran tubuhnya lebih besar dari saya, hanya untuk menyimpan satu stiker Gema dan kawan-kawannya.
Setelah saya masuk SMA, hampir lupa saya dengan puisi pertama saya, patah hati pertama saya, dan orang yang pertama kali buat saya gugup. Sampai saya dengar bahwa Gema kecelakaan dan meninggal.
Saya bahkan belum sempat bilang,
"Gema, puisi saya boleh kamu jadikan lirik lagu."
6.55
Bandung, 19 Oktober 2012
Baru sekarang saya posting tulisan lama ini.
Disela jadwal kuliah yang digeser jadi lebih siang.
Kamis, 11 Oktober 2012
"Pulang"
Tetiba saya ingat beberapa saat sebelum mendiang kakek saya meninggal, saat beliau masih dirumah saya, di Bandung, beliau berteriak "mau pulang, mau pulang". Kami, keluarganya, tidak mengerti apa yang dimaksud dengan mau pulang. Akhirnya kami memutuskan untuk membawa kakek saya pulang ke rumah tempatnya dilahirkan, daerah Cicalengka, kabupaten Bandung. Sesampainya, beliau masih juga berteriak "mau pulang, mau pulang.". Sampai akhirnya beberapa hari setelah kejadian itu, beliau "berpulang".
Saya baru mengerti sekarang, rupanya kakek saya sudah lelah dengan perjalanan. Beliau butuh rumah untuk pulang. Dan setiap orang akan pulang.
Sabtu, 08 September 2012
Only One
Aku membetulkan letak kacamata sambil mengedarkan pandanganku pada sekeliling. Hari ini cafe tidak seramai biasanya, mungkin karna hari kerja dan ini belum jam makan siang. Dulu, hampir setiap jam makan siang, aku dan dia bertemu di cafe ini. Namun sudah hampir dua minggu belakangan kami tidak berjumpa. Alasannya karna kesibukan masing-masing. Mungkin ini yang lantas membuat kami merasa semakin jauh. Ah entahlah. "Hari ini ada yang ingin aku bicarakan", katanya, dalam pesan pendek beberapa hari yang lalu. Jadi mau tak mau, kami menyempatkan diri untuk bertemu.
Aku menatap kosong pada embun dipermukaan gelas green tea ice blend yang kupesan hampir 20menit yang lalu, mengalir turun, lalu membasahi bantalan tissu yang sengaja ditaruh dibawah gelas agar embun tidak merembes pada meja kayu dihadapanku ini.
Sebuah bayang aku tangkap dari ekor mataku. Dia. Tersenyum. Lalu duduk dengan tenang dihadapanku. Ya, dia memang sosok yang tenang. Tak banyak bicara. Bahkan terkesan dingin dan tidak perduli. Tapi aku tahu, tanpa perlu diberitahu, dia seseorang yang hangat.
"Apa kabar?" ucapku, berusaha mencairkan susasana yang canggung.
"Biasa. Kamu?" jelas terdengar basa-basi. Seperti bukan kamu.
"Baik. Kamu tahu, aku selalu dalam keadaan baik. Bagaimana pekerjaanmu? Eh kamu mau pesan minum? Atau makan mungkin?"
"Gak usah. Aku cuma sebentar. Pekerjaan yaa seperti biasa. Kamu tahu, menghadapi klien yang kadang menyebalkan. Tapi setelah proyek gol, menyenangkan. Bagaimana dengan kamu? Masih suka mencuri waktu untuk menulis disela-sela pekerjaan?" dia tersenyum, mengejekku. Senyum yang selalu aku bayangkan ada dihadapanku setiap saat. Senyum yang mampu mencairkan amarah dan kesedihan sedalam apapun. Senyum yang itu.
"Masih. Kalau lagi bete. Hehe." aku mengulum senyum. Menunduk lalu menatap kosong meja kayu yang menjadi jarak antara aku dan dia saat ini.
Kami terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sebenarnya tahu apa yang akan dikatakannya. Aku tahu dari sikapnya dua minggu terakhir. Aku tahu, ia ingin kami berakhir. Dan hanya dengan memikirkan ia akan mengatakannya, aku bisa terjaga semalam penuh.
"Kamu tahu..." saat ia akhirnya berbicara, aku mengangkat kepalaku, berusaha menatapnya dengan harapan apa yang akan dikatakannya tak seperti yang selama ini aku duga.
"...kita punya banyak kesamaan. Kita sama-sama keras, dan ga bisa ngalah..." aku mengalihkan pandanganku pada jendela yang secara langsung menyuguhkan pemandangan jalanan yang panas dan padat. Sesak perlahan menyeruak dalam dada.
"...kalau diterusin, kita cuma bisa saling nyakitin. Kita ga bisa terus-terusan pura-pura ga sadar. Maaf, makasih, aku rasa kita udah ga bisa terusin."
Aku menatapnya lama, seperti biasa. Yang berbeda hanyalah harapanku tentang waktu. Kemarin, tiap kali memandangnya, aku berharap waktu berhenti. Namun kali ini, aku berharap waktu berputar kembali.
Dia pernah berkata lelah menghadapi egoisku. Andai waktu dapat berjalan mundur, andai masih bisa kuredam egoisku. Bulir air dari ujung mata kananku, yang hanya satu tetes, memecah semua andai.
"Apa ini bisa bikin kamu bahagia?" ucapku, masih menatapnya.
"Kita gak bisa saling nyakitin terus."
"Apa ini bisa bikin kamu bahagia?" tekanku.
"Iya. Maaf."
"Kamu tahu, aku selalu ingin kamu bahagia. Jadi kalau ini bisa bikin kamu bahagia, baiklah."
Ia tersenyum, dan aku menatapnya lekat, seakan tidak tahu kapan bisa menikmati senyumnya lagi.
"Sekali lagi, makasih ya buat semuanya. Aku harus pergi, masih ada pekerjaan yang harus kuselesaikan." ia berdiri seraya menyentuh tanganku diatas meja dengan lembut.
"Bye.." aku tersenyum, mengangguk dan memandangi punggungnya yang kurus. Punggung yang pernah disanalah aku menyenderkan kepalaku dan menangis. Kemudian ia hanya akan diam, membiarkanku menggelontorkan penat yang membuncah.
Aku terdiam.
Menangis yang tanpa air mata dan tanpa suara.
My love, good bye now, you're the only one
Even at the moment we break up, you're the only one
It's hurt and hurt. It's foolish but goodbye
Thought I never see you again, you're the only one
Only one...
***
14.25
Bandung, 8 September 2012.
Terinspirasi dari lagu,
Only One - BoA
Rabu, 29 Agustus 2012
Analogi patah hati
"Iyah. Banget. But, God bless me. Ui punya kemampuan melupakan rasa sakit dengan mudah. Jadi ya kerasanya biasa aja. Mungkin nanti akan ada saatnya ngerasa sakit lagi. Tapi setelah itu yaa, biasa lagi."
***
Kurang lebih seperti itulah bagian percakapan ngalor-ngidul lewat Whatsapp yang berakhir dengan ketidurannya teman saya yang satu itu.
Ngomong-ngomong soal patah hati, ada salah satu cerpen yang pernah saya baca membahas soal analogi patah hati. Kenapa disebut patah hati??
Nenek moyang kita bisa jadi lebih bijak dari semua nenek moyang yang ada di dunia. Kenapa? Karena kita menamakan fenomena dikhianati dengan "patah hati" bukan "patah jantung". Dalam bahasa Inggris patah hati disebut Broken Heart, dimana heart dalam bahasa Indonesia berarti jantung. Lantas kenapa nenek moyang kita menyebutnya patah hati dan bukan patah jantung?
Karena (lagi-lagi bisa jadi) mereka tahu bahwa hati adalah organ tubuh manusia yang bisa meregenerasikan diri dalam 150 hari. Bahkan, jika 70 persen hati seseorang dipotong, maka hati tersebut mampu mengembalikan diri ke ukuran normal sampai 90 persen. Lalu bagaimana dengan penyakit hati yang disebut Sirosis? Dalam kasus Sirosis, hati seseorang memang tidak dapat meregenerasikan diri, namun ia bisa mendapatkan transplantasi hati dari donor hidup. Dan dalam waktu tiga bulan, hati sang donor dapat meregenerasikan diri menjadi utuh kembali.
Kalau jantung, mana mungkin?
Setelah kamu tahu ini, percayakan hatimu. Ia dapat meregenerasikan diri seiring berjalannya waktu.
Kalau Sirosis? Cari "donor hati" yang lebih keren doong :D
***
Dari cerpen "Luka Maya" oleh Feby Indirani
ps: saya rasa hati saya punya kemampuan meregenerasikan diri lebih cepat dari hati yang lain. hihi
Sabtu, 25 Agustus 2012
Kamis, 09 Agustus 2012
Senyum pertama hari ini
Senyum pertama hari ini untuk mama. Perempuan kesatu dan satu-satunya yang paling menyayangiku. Mama bukan tipe cerewet. Pagi kami sepi. Hanya ada sarapan, salam dan senyum sebelum pergi.
09 Desember 2010
Senyum pertama hari ini untuk anak laki-laki sekitar umur 2 tahun yang menatapku menggunakan masker motor dengan heran dalam dekap ibunya. Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin aku terlihat seperti ninja dalam film Naruto. Atau penjahat seperti tayangan berita. Atau bahkan terlihat keren dengan itu. Entahlah. Matanya melotot, mengikuti mataku yang curi-curi pandang memperhatikannya.
28 Februari 2011
Senyum pertama hari ini untuk sepasang kakek-nenek yang menyebrang jalan dengan bergandeng tangan. Nenek menopang tangan kakek yang sudah mulai sulit melangkah. Sambil tersenyum.
09 Agustus 2012
Senyum pertama hari ini untuk penjaga SPBU. Bukan bermaksud genit. Percayalah.
13 April 2013
Senyum pertama hari ini untuk papa. Yang pagi ini menggodaku dengan gurauan childlike-nya. Hari ini kantor libur. Beliau punya banyak waktu memperhatikan aku bersiap pergi ke kampus. Yah, I'm still his lil daughter. Ever.
30 September 2013
Senyum pertama hari ini untuk anak monyet yang suka menunjukkan aksinya diperempatan jalan sebelum kampus. Aku lebih senang memberi pisang dari pada uang. Hehe.
20 November 2014
Senyum pertama hari ini untuk seseorang. Dengan perawakan kurus, garis wajah yang tegas dan tatap mata yang teduh. Walau tak bayak tersenyum, aku tahu, ia seorang yang tulus.
16 Juli 2015
Senyum pertama hari ini untuk seseorang yang menungguku didepan rumah sebelum aku pergi bekerja. Aku masih heran kenapa dia mau repot-repot menjemputku. Setelah sebelumnya ia memutuskan untuk menemui orangtuaku.
25 April 2016
Senyum pertama hari ini, maksudku dan hari-hari selanjutnya, untuk seseorang yang ketika kubuka mata dipagi hari, sebelum cahaya matahari menyeruak mengisi rongga mata, wajahnyalah yang pertama kulihat masih dalam lelap.
Dua sisi mata uang
Biar dentingnya memecah hening ketika kau tenggelamkan aku dalam diam yang kau pilih.
Dua sisi mata uang.
Biar kilat cahayanya terpantul dari matamu ketika kau penjarakan aku dalam teduh tatapmu.
Dua sisi mata uang.
Ketika yang kuduga tak selalu sama dengan yang nyata.
Dua sisi mata uang.
Mainkan lagi untukku dengan senyum yang akan selalu kurindu.
Kamis, 26 Juli 2012
Minggu, 17 Juni 2012
Big Picture
We tend to loose the big picture.
Complaining about the pilled-up tasks, never-end exams. Feeling dumb for having a bad score. Yet we forget we can go to school.
Whining about how hard our life, about we crack under the pressure, about we can't stand still anymore. Yet we forget we have a life.
Never satisfied with our weights, our body curves, our heights. Disappointed whenever we see our reflections. Yet we forget we still breath.
Grumbling about how annoying our parents are, frustrated with our siblings, wish we born into a better family. Yet we forget we already have one.
Some of what we have now are privileges to others.
People miss the big pictures. We fail to see the biggest part.
That's all.
***
Original Posted by Priscila Stevanni :)
Seandainya aku tahu
Sampai sebuah sepeda motor yang kukenali suara knalpotnya menghentikan langkahku. Perlahan aku mendongakkan kepalaku, dan kutemukan kau bersama seorang lelaki yang sudah kukenal betul, dia adikmu. Kau terhenti, lalu menatapku sekilas. Seuntas senyum mengembang di bibirku. Kau, sebuah nama yang selalu ada dalam doaku. Kau, seseorang yang dibahumulah aku menyandarkan kepalaku saat merasa lelah. Kau, yang aku nikmati ketidaksempurnaanmu. Kau, harapanku.
"Aku mau bicara.", mesin sepeda motormu masih menyala saat aku mengatakannya.
Kau menatapku lagi, kali ini lebih lama dari sebelumnya, dan sialnya aku tidak mengerti apa arti tatapanmu. Pandanganmu kini beralih pada jalan yang lurus, lalu kau jalankan lagi sepeda motormu, melewatiku tanpa menoleh.
Kau telah menarik dinding luka yang menganga dengan sekuat tenaga. Linu dan perih datang bersamaan. Bulir-bulir air mata yang tidak lagi dapat kutahan membuat sekelilingku menjadi ruang hampa udara. Kakiku yang lemas kini tak mampu menopang tubuhku. Aku terjatuh menghantam tanah basah dengan keras. Buram. Sebelum akhirnya gelap. Yang tersisanya hanya bayang senyum bahagiamu dua bulan yang lalu di hari pernikahan kita dan surat permintaan cerai yang belum kutandatangani.
Sayang, andai aku tahu apa kesalahanku.
Maafkan aku.
Selasa, 12 Juni 2012
Surat Cinta Soekarno untuk Hariyatie
Pada sisi surat yang terdiri dari 2 lembar ini, dituliskan oleh Soekarno, "Bali saka hotel, Ora bisa turu, njur nulis layang iki." yang artinya kurang lebih "Pulang dari hotel, tidak bisa tidur, lantas menulis surat ini."
Berikut kutipan suratnya:
Yatie adikku wong ayu,
Iki lho arloji sing berkarat kae. Kulinakna nganggo, mengko sawise sesasi rak weruh endi sing kok pilih : sing ireng, apa sing de mau kae, apa karo-karone? Dus : mengko sesasi engkas matura aku ( Dadi : sanajan karo-karone kok senengi, aku ya seneng wae )
Masa aku ora seneng? Lha wong sing mundut wanodya pelenging atiku kok! Aja maneh sekadar arloji, lha mbok apa-apa wae ya bakal tak wenehke.
Tie, layang-layangku ki simpenen ya! Karben dadi gambaran cintaku marang kowe kang bisa dibaca-baca maneh ( kita baca bersama-sama ) ing tembe jen aku wus arep pindah omah sacedake telaga biru, sing tak ceritake dek anu kae. Kae lho, telaga biru ing nduwur, sak nduwure angkasa. Coba tutupen mripatmu saiki, telaga kuwi rak katon ing tjipta! Yen ing pinggir telaga mau katon ana wong lanang ngagem jubah putih ( dudu mori lho, nanging kain kang sinulam soroting surya ), ya kuwi aku, ----aku, ngenteni kowe. Sebab saka pangiraku, aku sing bakal ndisiki tindak menyang kono, ---aku,ndisiki kowe!
Lha kae kembang semboja sing saknduwure pasareanku kae, ----petikan kembang iku, ambunen, gandane rak gandaku. Dudu ganda kembang, naning sawijining ganda kang giwane saka rasa-cintaku. Sebab oyote kemboja mau mlebu ing dadaku ing kuburan.
Masmu
Soekarno
yang artinya kurang lebih:
Yatie, adikku yang ayu,
Ini lho, arloji bertahta emas itu. Biasakan memakai, nanti setelah sebulan, kamu akan tau mana yang hendak dipilih. Yang hitam, yang satunya, atau bahkan keduanya? Jadi sebulan lagi, katakanlah ( walaupun senang keduanya, aku akan senang juga )> masak aku tidak senang, apalagi yang meminta adalah jantung hatiku. Jangankan arloji, apapun akan aku beri!
Tie, suratku ini tolong disimpan ya. Supaya menjadi gambaran cintaku kepada kamu. yang bisa dibaca-baca lagi ( atau kita baca bersama-sama ) pada suatu hari nanti saat aku mau pindah rumah di dekat telaga biru yang pernah aku ceritakan. Itu lho, telaga yang diatasnya angkasa. Coba kau pejamkan matamu sekarang, maka kau akan melihat telaga itu. lalu jika ditepian telaga kau lihat lelaki berjubah putih ( bukan memakai kafan lho ya ) tapi kain bersulam sinar matahari yang menjadi jubah, itu aku, aku---menunggumu. Sebab sepertinya, aku yang akan lebih dulu pergi kesana, mendahuluimu.
Nanti jika kau lihat kembang kamboja diatas nisanku, Ciumilah!
maka engkau akan rasakan aroma tubuhku. Bukan aroma bunga, tetapi aroma yang tercipta dari rasa cinta. Sebab akar kamboja itu telah menusuk menembus dadaku, didalam tanah sana!!
Masmu
Soekarno
***
Menemukan surat ini dari blog mbak Artasya Sudirman :)
Senin, 11 Juni 2012
HOME
Setelah berganti pakaian, aku selalu menyempatkan bercerita tentang apa saja yang aku alami hari ini. Mereka selalu mendengarkan dengan seksama, walau seperti biasa, tak banyak berbicara.
***
Seseorang mengucapkan salam saat membuka pintu, aku meninggalkan pekerjaan di laptopku dan bergegas menyambutnya. Membawakan tas kerja dan jaket kulit hitam favoritnya. Ia tersenyum, mengecup keningku sekilas, kemudian masuk ke kamar mandi.
Biasanya kalau pulang selarut ini, ia sudah makan malam di luar. Jadi tak kusiapkan apapun dibalik tudung saji. Sebelum tidur, kami menyempatkan bercerita tentang kegiatan yang melelahkan selama satu hari bekerja. Kau banyak bercerita tentang klienmu, dan aku bercerita tentang customer-ku.
"Aku selalu suka pergi bekerja", ucapnya tiba-tiba
"Kenapa? Supaya punya uang banyak?"
"Bukan. Soalnya aku punya kamu, alasan untuk aku pulang ke rumah."
***
Hey, you. Would you be my home?
Minggu, 10 Juni 2012
Sabtu, 09 Juni 2012
First Love
What I'm dreaming of
When I go to bed
When I lay head upon my pillow
Don't know what to do
My first love
He think that I'm too young
He doesn't even know
Wish that I could show him what I'm feeling
Cause I'm feeling my first love...
***
Setiap hari rabu pukul 4 sore, aku selalu menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di taman dekat rumahku. Karena hanya setiap hari rabu aku mempunyai waktu pulang lebih cepat dari hari lainnya. Sedangkan hari libur, taman ini terlalu penuh dengan orang-orang yang berbelanja. Aku tidak suka tempat yang terlalu ramai.
Di taman ini selalu banyak berkumpul para seniman yang menjajakan hasil karyanya. Entah itu lukisan, piring-piring keramik, atau hiasan-hiasan kayu. Ada beberapa yang dijual ada juga yang hanya sekadar memajangnya untuk dinikmati para pejalan kaki sepertiku. Bahkan di antara mereka ada juga yang menyediakan jasa lukis.
Setelah menyelusuri jalan kecil, tak lama, aku melihat seorang laki-laki dengan perawakan kurus. Ia memiliki sorot mata yang teduh dan garis wajah yang tegas. Ia selalu duduk disana, diatas kursi lipatnya, di pinggir sebuah lampu taman berwarna hijau, menghadap sebuah danau kecil, dengan kanvas dan kuas yang tak pernah kering. Ia sering melukis di tempat itu, tapi anehnya tak satupun hasil karyanya dipajang. Ia juga tidak menyediakan jasa lukis seperti seniman lain.
Sebenarnya, laki-laki ini adalah salah satu alasan mengapa aku sering datang kesini. Aku mencarinya. Hanya sekedar ingin melihatnya. Ya, aku menikmati hasil karya Tuhan yang satu ini. Aku suka kerut di dahinya saat ia melukis. Aku suka saat ia menggera-gerakkan kepalanya, menimbang-nimbang apa ada yang salah dengan lukisannya. Aku ingin tahu apa yang dipikirkannya saat melukis.
Tak terasa langit sudah mulai jingga, ia meregangkan tangannya dan mulai memasukan satu persatu kuas dan cat-cat minyak ke dalam kantung backpack besarnya. Sedangkan aku masih memandanginya sambil duduk di atas rumput yang mulai basah karna embun. Aku menghela nafas, cukup untuk hari ini, sudah waktunya aku pulang.
Aku bangkit dari tempatku, lalu menepuk-nepuk bagian belakang rokku, karna ada serpih rumput yang menempel disitu. Saat aku mendongakkan kepala, aku melihat sosok itu dihadapanku. Ssosok yang selama ini aku pandangi dari jauh, kini ia berdiri di depanku. Aku masih melongo sampai ia menyadarkanku dengan menyerahkan sebuah kanvas.
"Apa ini?" ucapku spontan. Kebingungan, malu dan tentunya gugup.
"Lukisanku. Rabu depan aku tidak melukis disini lagi." jawabnya sambil tersenyum.
Kemudian membalikan badan bahkan sebelum aku sempat mengucapkan terimakasih. Aku memandangi punggungnya yang kurus, menjauh, lalu menghilang di antara pohon saat ia berbelok.
***
Aku masih berdiri memandangi lukisan yang menggantung di ruang tamuku. Lukisan dengan pemandangan danau dan senja dari sebuah taman. Tak jauh dari situ terlihat seorang perempuan dan tas selempangnya duduk diatas rumput diantara seniman yang menjajakan hasil karyanya. Aku menikmati lukisan ini seperti aku menikmati seseorang yang melukisnya dulu.
"Sayaaang, mau sampe kapan lukisannya diliatin? Aku cemburu niih.." tegur seseorang menyadarkan lamunanku sambil melingkarkan tangannya dipinggangku.
Aku menoleh, memandang matanya yang kini melihat ke arah lukisan itu dengan cemburu.
"Bagus lukisannya." ucapku.
"Lukisannya atau yang ngelukisnyaa?" kini nada bicaranya mencoba menggodaku.
"Jadi cemburu sama lukisannya atau sama yang ngelukisnya?" kini ia tidak menjawab. Hanya mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.
Aku terkekeh melihat tingkahnya,
"The most important thing is to be the best, not to be the first." bisikku sebelum akhirnya mengecup bibir suamiku. Lembut.
Minggu, 03 Juni 2012
Semangat!!
Kalau kata ali "Jalanin aja dulu yang sekarang, sambil nyari passion kamu apa."
Walaupun sampe sekarang masih belum tau passion kita dibidang apa. Atau mau jadi apa nantinya. Seengganya kasih yang terbaik dulu deh buat yang udah dijalanin. Kuliah kan ga ada yang salah jurusan. Toh sebelum masuk kuliah, selalu berdoa dikasih yang terbaik. So I think this is the best HE gave for me.
Yup!
Wish me luck for my exam. Huff! (^0^)9
Sabtu, 26 Mei 2012
A Letter
Halo, kamu.
Yang akhir-akhir ini jadi inspirasi setiap bait puisi, cerita pendek, bahkan sekedar postingan twitter saya.
Saya suka waktu kamu betah lama-lama denger celoteh saya yang kadang random. Yang pada akhirnya kamu bilang saya aneh. Yes, I am, Sir. Saya mau kamu tahu, masih banyak yang mau saya ceritakan.
Saya masih mau kamu tahu, kalau setiap pagi saya lewat jalan setiabudi, melewati beberapa bayang pohon yang di sorot matahari, seperti sambaran blitz kamera, yang seketika itu membuat saya merasa menjadi artis. Setidaknya, saya adalah pemeran utama dalam cerita hidup saya kan?
Saya masih mau kamu tahu, kalau setiap sore hujan datang saat perjalanan pulang dari kampus, saya selalu mendengar mereka seakan berbisik, sesekali kami berbicara tentang kamu. Mereka datang, dingin, namun mampu menghangatkan, seperti kamu.
Saya masih mau kamu tahu, kalau setiap cerita buku yang saya baca, saya selalu membayangkan itu tentang kita. Jangan aneh kalau saya tiba-tiba mengirim pesan pendek memohon kamu jangan pergi, atau marah dan khawatir berlebihan. Mungkin cerita yang baru saya baca berakhir dengan sad ending. Begitu juga dengan film. Jadi, jangan aneh.
Saya masih mau kamu tahu, kalau saya benar-benar berharap waktu berhenti saat saya bersama kamu. Benar-benar berharap.
Saya masih mau kamu tahu, kalau saya suka mata kamu, saya suka waktu kamu tertawa sampai muka kamu merah, saya suka wangi shampoo kamu, saya suka waktu kamu pura-pura tidur, saya suka waktu kamu berusaha menjauh karena kamu tahu saya tidak pernah suka asap rokok, saya suka waktu kamu memperlakukan saya seperti anak kecil. Saya suka saat saya bisa menjadi diri saya sendiri di depan kamu.
Saya suka. Kamu.
Selamanya pengagummu.
Senin, 21 Mei 2012
Kata, Makna, Bahasa, Cinta.
Saat itu pukul setengah satu dini hari, aku mengirimkan pesan pendek melalui telepon genggam untuk mama dan papa yang sebenarnya jarak kamar kami tak lebih dari 5 meter. Hanya pesan pendek. Tak banyak yang kuungkap pada pesan itu, walau beribu kata berjejal sesak di otak. Walau rangkai kalimat telah menggantung di ujung lidah. Kelu. Saat pagi datang, mereka menatapku heran. Entah karena isi pesanku yang tiba-tiba atau karena aku yang tak tahu waktu mengirimkan pesan pendek selarut itu. Tak banyak pembahasan soal pesanku.
Yang aku tahu, pujangga sehebat apapun tak akan pernah mampu merangkai kata demi mengungkap rasa cinta mereka padaku.
"Teteh sayang mama, papa :)"
Anakmu, yang takut kehilangan waktu memberitahumu akan hal itu.
Kamis, 17 Mei 2012
Laki-laki seperti senja
Pantulan hangat dan semburat jingga di muka laut milik siapa?
Seseorang di bibir pantai, mengatupkan kelompaknya,
Terduduk menghitung mundur kedatangan malam dengan tak sabar.
Sedang sang senja di ufuk barat masuk ke peraduan dengan malas-malasan,
Meninggalkan langit yang mulai membiru kedinginan.
Tubuhnya menikmati senja, namun pikirannya melayang jauh kesana, ketempatmu berada.
Rabu, 09 Mei 2012
About This Blog
Jadi, sebelum temen-temen baca tulisan saya yang lain, saya berharap baca dulu yang ini yaa.. Hehehe
1. Hanya "curhat".
Saya ingin menegaskan bahwa sebagian besar isi blog ini adalah hasil perbincangan saya dengan diri saya sendiri. Kalau pun ada yang terinspirasi dari suatu kejadian atau kata-kata teman, tidak ada tulisan yang ditujukan secara khusus untuk seseorang.
2. Jangan telan bulat-bulat apa yang saya tulis.
Apa yang teman-teman baca di blog ini, seperti makanan yang masuk kedalam tubuh. cobalah mengolah setiap kata yang teman-teman baca, seperti lambung yang mengolah setiap makanan. Lambung mengambil sari makanan yang menghasilkan energi kemudian buang ampasnya. Begitu juga ketika teman-teman membaca blog ini, silahkan ambil manfaatnya kemudian buang yang tidak ada manfaatnya.
3. Saya suka saran dan kritik.
Jika teman-teman merasa ada tulisan di blog ini yang tidak ada manfaatnya apalagi lebih banyak mudharatnya, teman-teman boleh menuliskan pendapat di kolom komentar. Namun jika bermanfaat, segala puji hanya bagi Allah.
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini dan tulisan-tulisan saya yang lain. Semoga ada manfaat.
Salam HAMASA!
Senin, 07 Mei 2012
Menikahi seorang Anomali
Seorang dengan langkah panjang, suka sendirian, imajinasi berlebihan, kadang menjadi seseorang yang berbeda dalam satu waktu. Mudah tersinggung, tapi sulit menyembunyikan perasaan.
Seorang dengan pemikiran yang aneh, kadang tegas, kadang cengeng, kadang manja, kadang egois.
Seorang yang suka memandangi hujan, bintang, lampu, embun, pelangi dan matamu lama-lama.
Seorang yang mencoba membaca jalan pikiranmu, walau tak jarang ia gagal.
Bagaimana rasanya menikahi seorang aku?
Kamis, 26 April 2012
Aku percaya kata matamu
"Aku sayang kamu." bisik matamu pada hatiku.
"Kamu serius?" "Serius". Otak yang egois masih berteriak minta bukti. Mataku menyelidik, mengintrogasi matamu, menelusup pada balik kata-kata, lalu menemukan jujur disana.
"Aku juga sayang kamu." Hatiku memekik, setengah bahagia, sisanya lega.
Aku beralih menatap jendela dengan pemandangan malam dan sederet rumah yang tenang. Rasanya ingin melompat dari bis, mengetuk pintu rumah satu per satu, membiarkan mereka terjaga lalu meneriakkan betapa bahagianya aku malam itu.
Menaruh hati pada tempat yang baik. Tolong jaga baik-baik.
Mereka tidak rapuh, tapi tidak juga sekuat kelihatannya.
25 April 2012, 22:30.
Yogya - Bandung.
Sabtu, 14 April 2012
Rabu, 11 April 2012
Lembar kesekian dalam hidupku
Jumat, 06 April 2012
Percakapan
"Aku suka kamu"
Minggu, 25 Maret 2012
Be more Truthful
Kau masih belum yakin akan langkah yang kau ambil. Ini bukan kali pertama kau mengunjungi kota ini, tapi berjalan sampai sejauh ini, baru sekarang kau berani. Gedung unik disekitarmu sudah menyalakan lampu taman sedari tadi. Dikejauhan kau lihat tempat tujuanmu. Sebuah bianglala besar yang berjalan lambat. Kau tersenyum hanya dengan membayangkan apa yang bisa kau lihat dari atas sana. Kemudian kau mulai mempercepat langkahmu. Meninggalkan pikiran-pikiran tentang kekosonganmu. Tentang dia.
Kini kau bisa melihat hamparan permadani lampu dibawah kakimu. Kesibukan yang menenangkan. Tak bisa kau sembunyikan rasa takjubmu pada pemandangan yang tengah kau saksikan. Untuk kesekian kalinya kau memuji negara mermaid-lion ini.
15menit, kau mulai curiga tabung bianglala ini adalah mesin waktu, karena semenjak awal kau masuk benda ini membawamu kembali ke masa lalu.
Disampingmu berdiri seorang wanita setengah baya etnis China. Sejenak kau berpikir untuk mengabadikan momen ini, kau merogoh tas mengeluarkan telepon genggam dan dengan segera kau memintanya untuk mengambilkan fotomu.
"Can you take my picture, please?"
Ia mengangguk ramah, "Oh, sure".
Kau tersenyum kearah kamera, tanpa pose apapun.
"One more time", wanita itu mengacungkan telunjuknya.
Tentu saja kau mengangguk senang, lalu kembali tersenyum kearah kamera.
"Nothing can be more truthful than a picture", ucapnya seraya mengembalikan telepon genggammu.
Kau mengernyitkan dahi namun tetap tersenyum lalu mengucapkan terimakasih.
Tak lama setelah ia kembali berkumpul dengan keluarganya, kau membuka folder Images dalam telepon genggammu. Dan kau temukan dua foto dengan pemandangan langit singapore, seorang wanita tengah berjongkok memeluk kedua lututnya seperti anak kecil, bola matanya merah, sedangkan lingkar matanya kehitaman. Wanita itu kebingungan mencari cintanya yang kandas bahkan sebelum ia sempat memulainya.
***
Singapore,
17 Februari 2012
Senin, 16 Januari 2012
Day#3: Refleksi
Apa kabar mata indahmu? Mata yang bisa menceritakan seluruh perasaanmu, tanpa satu patah kata terucap. Mata itu, aku sanggup menghabiskan malam hanya untuk memandang matamu itu.
Ingat tadi malam, aku berjongkok memeluk tubuhmu. Semalam, hanya ada kita berdua sayang.
Aku memejamkan mata, mencoba mendengarkanmu. Mendengarkan hatimu, keluh kesahmu.
Saat kau mulai menceritakan seseorang yang tengah mengusik jiwamu, tergurat jelas ragu.
Sayang, kita sudah terlanjur berjanji pada masing-masing untuk tidak menggubris perasaan-perasaan itu. Lirih kau berbisik "Aku takut", aku mengencangkan pelukku, jangan khawatir kita akan baik-baik saja. Selama kau masih percaya padaNya, Yang menciptakan kau dan aku.
Sudah lama aku tak melihatmu menangis sehisteris malam itu. Terakhir kali, saat ia menyakitimu, kau meraung-raung seperti kehilangan akal. Aku tak mengerti mengapa kau menangis, kemudian kau tatap aku dengan tatapan menyalahkan. Aku menyakitimu?, tanyaku. Kau masih sesegukan tak acuh pada pertanyaanku.
Aku sadar, aku menyakitimu. Maafkan aku yang belum bisa menjaga kau yang dititipkan olehNya. Mulai sekarang, ijinkan aku menepati janji-janjiku padamu. Janji-janji yang kau yakini bisa membawa kita pada kebahagiaan.
Pagi ini, bantal kita masih basah, sisa tangis tadi malam. Aku menoleh pada kaca almari disamping tempat tidurku, kau tersenyum.
"Mari berusaha lagi mulai hari ini", katamu.
Dari aku,
refleksimu.
"Janji yang paling penting adalah janji pada dirimu sendiri" - @yuuiiw
Minggu, 15 Januari 2012
Day#2: Aku Mau Nama Belakangmu
Sabtu, 14 Januari 2012
Day#1: Untuk seseorang dibalik jendela hujan
Aku tak mengerti mengapa kau selalu mengirimiku pesan singkat saat langit mulai gelap.
Aku tak mengerti mengapa kau suka berlama-lama menatap hujan.
Aku tak tahu kau diam-diam menangis, menahan rasa sakit dikepalamu.
Aku tak tahu kalau kita harus berziarah, pada malam hari kau tak bisa tidur karena ketakutan.
Aku tak mengerti arti tatapanmu saat aku pulang larut.
Maaf, terlalu banyak yang tak aku mengerti tentangmu.
Maaf, telah banyak mengecewakanmu.
Maaf, aku belum bisa menepati janjiku padamu.
Maaf, aku belum bisa membahagiakanmu.
Kau, yang mengenalku terlampau dalam, aku mohon jangan pernah berpikir tentang perpisahan. Kita, manusia, tahu bahwa perpisahan adalah hal mutlak. Aku ingin kau tahu betapa sedihnya aku saat kau selalu mengungkit kematian. Apa yang kau rasakan saat seseorang yang menjadi salah satu alasanmu hidup, membahas tentang kematiannya?
Jika saja aku bisa memindahkan rasa sakitmu padaku agar kau bahagia, aku bersedia.
Kini, kerut wajahmu tak mampu lagi berbohong.
Hujan tak mampu lagi menutupi keringat dan air matamu.
Terimakasih. Aku mencintaimu.
Wanita yang pernah mempertaruhkan nyawamu demi nyawaku.