Halo,
Kalau kau baca suratku terdahulu, tentu kau sudah mengira bahwa kau adalah target kedua surat cintaku berlabuh.
Apa kabar pohon mangga depan rumah yang kau sayangi itu? Sudah berbuahkah?
Kuharap luka yang ada dikakimu saat menanam pohon mangga itu tak menjalar ke paru-paru yang sudah terlalu banyak menghirup puntung-puntung rokok pembakar uangmu itu. Maaf aku selalu sinis soal ini.
Lalu jika kau tanya apa kabar janjiku untuk membanggakanmu, aku rasa mereka sudah sedikit berkarat. Banyak lubang sana-sini, dan butuh waktu untuk memperbaikinya. Tapi tenang saja mereka tak akan pernah rusak, apalagi hilang.
Malam itu, terimakasih telah menyelamatkan aku dan keluargaku dari laki-laki entah siapa yang meninggalkan kami begitu saja. Awalnya asing sekali saat aku harus memanggilmu "Papa". Suasana rumah menjadi sangat dingin jika kau pulang dari kantor. Walau dengan senyum yang dapat terbaca jelas bahwa kau mencintai kami, aku belum benar-benar bisa menerimamu.
Namun entah sejak kapan aku mulai banyak menirumu. Gaya berbicara, pola pikir, cita-cita, bahkan aku menjadikanmu figure ideal calon suamiku. Kupikir, setidaknya harus bertanggung jawab sepertimu. Kau mengajarkan aku banyak hal, termasuk mencintai. Caramu mencintai mama, aku dan adikku dengan tulus, membuatku belajar mencintai apapun yang ada disekelilingku dengan tulus.
Aku ingat pertama kali aku membawa teman laki-laki kerumah, kau terlihat galak sekali. Sempat kesal, kenapa kau begitu sinis pada teman laki-lakiku? Kau mulai banyak melarangku. Namun belakangan aku mengerti, kau cemburu. Takut kehilangan anak perempuan pertamamu ini ya? Tenang, kau masih menjadi laki-laki yang paling aku cintai :)
Seseorang berkata "Kalau mau menikah, harus pakai nama belakang ayah kandung loh".
Perset*n dengan itu, aku mau namamu yang ada di belakang namaku, saat aku menikah ataupun pada batu nisanku kelak.
Love,
Daddy's daughter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar