Aku membetulkan letak kacamata sambil mengedarkan pandanganku pada sekeliling. Hari ini cafe tidak seramai biasanya, mungkin karna hari kerja dan ini belum jam makan siang. Dulu, hampir setiap jam makan siang, aku dan dia bertemu di cafe ini. Namun sudah hampir dua minggu belakangan kami tidak berjumpa. Alasannya karna kesibukan masing-masing. Mungkin ini yang lantas membuat kami merasa semakin jauh. Ah entahlah. "Hari ini ada yang ingin aku bicarakan", katanya, dalam pesan pendek beberapa hari yang lalu. Jadi mau tak mau, kami menyempatkan diri untuk bertemu.
Aku menatap kosong pada embun dipermukaan gelas green tea ice blend yang kupesan hampir 20menit yang lalu, mengalir turun, lalu membasahi bantalan tissu yang sengaja ditaruh dibawah gelas agar embun tidak merembes pada meja kayu dihadapanku ini.
Sebuah bayang aku tangkap dari ekor mataku. Dia. Tersenyum. Lalu duduk dengan tenang dihadapanku. Ya, dia memang sosok yang tenang. Tak banyak bicara. Bahkan terkesan dingin dan tidak perduli. Tapi aku tahu, tanpa perlu diberitahu, dia seseorang yang hangat.
"Apa kabar?" ucapku, berusaha mencairkan susasana yang canggung.
"Biasa. Kamu?" jelas terdengar basa-basi. Seperti bukan kamu.
"Baik. Kamu tahu, aku selalu dalam keadaan baik. Bagaimana pekerjaanmu? Eh kamu mau pesan minum? Atau makan mungkin?"
"Gak usah. Aku cuma sebentar. Pekerjaan yaa seperti biasa. Kamu tahu, menghadapi klien yang kadang menyebalkan. Tapi setelah proyek gol, menyenangkan. Bagaimana dengan kamu? Masih suka mencuri waktu untuk menulis disela-sela pekerjaan?" dia tersenyum, mengejekku. Senyum yang selalu aku bayangkan ada dihadapanku setiap saat. Senyum yang mampu mencairkan amarah dan kesedihan sedalam apapun. Senyum yang itu.
"Masih. Kalau lagi bete. Hehe." aku mengulum senyum. Menunduk lalu menatap kosong meja kayu yang menjadi jarak antara aku dan dia saat ini.
Kami terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sebenarnya tahu apa yang akan dikatakannya. Aku tahu dari sikapnya dua minggu terakhir. Aku tahu, ia ingin kami berakhir. Dan hanya dengan memikirkan ia akan mengatakannya, aku bisa terjaga semalam penuh.
"Kamu tahu..." saat ia akhirnya berbicara, aku mengangkat kepalaku, berusaha menatapnya dengan harapan apa yang akan dikatakannya tak seperti yang selama ini aku duga.
"...kita punya banyak kesamaan. Kita sama-sama keras, dan ga bisa ngalah..." aku mengalihkan pandanganku pada jendela yang secara langsung menyuguhkan pemandangan jalanan yang panas dan padat. Sesak perlahan menyeruak dalam dada.
"...kalau diterusin, kita cuma bisa saling nyakitin. Kita ga bisa terus-terusan pura-pura ga sadar. Maaf, makasih, aku rasa kita udah ga bisa terusin."
Aku menatapnya lama, seperti biasa. Yang berbeda hanyalah harapanku tentang waktu. Kemarin, tiap kali memandangnya, aku berharap waktu berhenti. Namun kali ini, aku berharap waktu berputar kembali.
Dia pernah berkata lelah menghadapi egoisku. Andai waktu dapat berjalan mundur, andai masih bisa kuredam egoisku. Bulir air dari ujung mata kananku, yang hanya satu tetes, memecah semua andai.
"Apa ini bisa bikin kamu bahagia?" ucapku, masih menatapnya.
"Kita gak bisa saling nyakitin terus."
"Apa ini bisa bikin kamu bahagia?" tekanku.
"Iya. Maaf."
"Kamu tahu, aku selalu ingin kamu bahagia. Jadi kalau ini bisa bikin kamu bahagia, baiklah."
Ia tersenyum, dan aku menatapnya lekat, seakan tidak tahu kapan bisa menikmati senyumnya lagi.
"Sekali lagi, makasih ya buat semuanya. Aku harus pergi, masih ada pekerjaan yang harus kuselesaikan." ia berdiri seraya menyentuh tanganku diatas meja dengan lembut.
"Bye.." aku tersenyum, mengangguk dan memandangi punggungnya yang kurus. Punggung yang pernah disanalah aku menyenderkan kepalaku dan menangis. Kemudian ia hanya akan diam, membiarkanku menggelontorkan penat yang membuncah.
Aku terdiam.
Menangis yang tanpa air mata dan tanpa suara.
My love, good bye now, you're the only one
Even at the moment we break up, you're the only one
It's hurt and hurt. It's foolish but goodbye
Thought I never see you again, you're the only one
Only one...
***
14.25
Bandung, 8 September 2012.
Terinspirasi dari lagu,
Only One - BoA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar