Jumat, 10 Mei 2013

Pelangi

Sedari tadi kuperhatikan ia sibuk berkutat didepan sebuah monitor komputer berukuran 21 inch dengan raut wajah serius. Sesekali pandangannya beralih ke sebuah laptop macintosh disebelah kanan monitor, tangannya sibuk menggeser-geser dan menekan mouse sedangkan kepalanya kadang mengangguk-angguk seperti tengah menimang-nimang sesuatu dengan seksama. Aku miringkan tubuhku sedikit ke sebelah kiri, mengintip kearah monitor komputer, kemudian sebuah sketsa yang belum sepenuhnya diwarnai menyembul diatasnya. Sejak hari pertama ia mengenalkan diri padaku hingga hari ini, banyak yang tak aku mengerti tentangnya ataupun tentang dunianya. Aku tak mengerti apa kegunaan khusus layar besar dan laptop canggih itu. Aku tak mengerti sketsa apa yang sedang ia gambarkan. Tidak mengerti kenapa hapir sebagian besar sketsanya selalu ada pelangi. Yang aku mengerti hanya, ia menikmatinya. Desain grafis.

"Udah selesai baca bukunya?" Tanyanya tiba-tiba, seakan tahu aku memandangi punggungnya sedari tadi.

"Eh? Belum. Masih sedikit lagi." Aku tersenyum malu, merasa tertangkap basah sedang mengaguminya. Seperti kemarin, kemarin dan kemarinnya lagi. Entah sejak dan sampai kapan.

Aku melepas kacamataku lalu menyelipkan pembatas buku dihalaman terakhir aku membacanya, pembatas buku berupa daun kering yang sembarang aku ambil saat kami berlibur menikmati musim gugur di Jepang. Oh baiklah, aku yang berlibur sedangkan suamiku bekerja untuk salah satu perusahaan animasi.

"Pelangi lagi?"

"Iya," sahutnya lembut. Sebuah senyum terbit dari bibirnya, tipis saja.

"Selama ini, kamu gak pernah cerita kenapa kamu suka pelangi?"

Ia menghentikan tangan kanannya dari kesibukan menggeser-geser mouse, lalu membalikkan punggung dan mendapatiku dengan wajah antara berpikir heran dan memelas minta penjelasan. Dipandangi agak lama, ternyata membuatku grogi juga, padahal sudah lebih dari setengah tahun semenjak kami menikah. Ia menarik nafas panjang lalu mengedarkan pandangannya ke langit-langit ruang kerja kami.

"Karena menurutku, kita harus menjalani hidup seperti pelangi."

"Maksudnya? Penuh warna?"

"Emm.. Iya, tapi bukan cuma itu. Kamu tahu gimana proses terjadinya pelangi?"

"Aku bukan anak IPA." jawabku asal.

"Hehe maaf, pelangi itu terjadi karena pembiasan cahaya oleh butir-butir air. Ketika cahaya matahari melewati butiran air, ia membias seperti ketika melalui prisma kaca kemudian dari tetes-tetes air tersebut muncullah warna yang berbeda tergantung panjang gelombangnya."

Aku mengangguk-angguk takzim, "Terus?"

"Sederhananya gini, pelangi hanya bisa dilihat saat hujan bersamaan dengan sinar matahari. Tapi kenapa pelangi tidak selalu terlihat oleh kita? Karena untuk melihat pelangi, posisi kita harus menghadap tetesan air sedangkan matahari tepat dibelakang. Kita harus berada diantaranya.

Sekarang apa hubungannya dengan menjalani hidup? Anggaplah matahari adalah kesulitan dan tetes hujan adalah kemudahan. Jika kita menjalani hidup hanya dengan sibuk memikirkan kesulitan, tentu hanya nelangsa yang kita rasakan. Jika kita menjalani hidup dengan sibuk memikirkan kemudahan, kita bisa menjadi seseorang yang sombong dan arogan.

Coba kita jalani dan nikmati hidup diantara keduanya, tentu yang kita dapat adalah keindahan. Warna-warni dari kesulitan dan kemudahan."

"Subhanallah.." lirihku.

Setengah tahun kami jalani, tak satu hari pun ia lupa membuatku jatuh hati lagi padanya. Seperti hari ini misalnya. Terimakasih..



***TAMAT***


Kata kunci: Pelangi (Yuliani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar