Bagaimana rasanya menikahi seorang anomali?
Bagaimana rasanya menikahi seorang aneh?
Seorang dengan langkah panjang, suka sendirian, imajinasi berlebihan, kadang menjadi seseorang yang berbeda dalam satu waktu. Mudah tersinggung, tapi sulit menyembunyikan perasaan.
Seorang dengan pemikitan yang aneh, kadang tegas, kadang cengeng, kadang manja, kadang egois.
Seorang yang suka menatap hujan, bintang, lampu, embun, pelangi dan matamu lama-lama.
Seorang yang mencoba membaca jalan pikiranmu, walau tak jarang ia gagal.
Bagaimana rasanya menikahi seorang aku??
***
27 Maret 2016
Kutatap dalam-dalam bayang seorang wanita yang
tengah terduduk di hadapanku. Hiasan diwajahnya tak mampu menutupi gurat cemas
sekaligus heran. Benaknya penuh dengan tanya yang datang berbondong-bondong
minta diperhatikan. Siang ini dari balkon kamar kulihat langit tersenyum seolah
meyakinkan ini bukan mimpi, awan yang beriring memberi keteduhan pada degup
jantung yang masih belum biasa. Ditengah riuh perasaan tak menentu, kukatupkan
bibir menahan senyum yang mendesak ingin muncul. Ada bahagia, ada cemas, ada
tak sabar, ada heran, ada kamu.
***
2011
Sore itu dering telepon genggam memberitahu adanya
pesan masuk, dengan sedikit terburu-buru aku berjalan menuju kamar tidur demi
melihat pesan dari siapa itu. Mengernyitkan dahi, dari seseorang yang belum aku
kenal. Namun telah mengenalku terlebih dahulu. Salah satu senior di perguruan
tinggi tempatku belajar…
Sore itu kita tak pernah tahu, kemana takdir
membawaku, membawamu, membawa kita.
***
27 Maret 2016
Tak lama deru kendaraan roda empat itu berhenti di
depan rumahku, aku menatap kedua temanku yang disambut dengan senyum dan tatap
menggoda. Ciee.. kata mereka. Huh, sebal. Di lantai satu ada kamu dan
keluargamu, disambut oleh aku dan keluargaku. Niat baik mempersatukan dua
keluarga. Hari ini, laki-laki ini, memberanikan diri meminta izin pada ayahku
untuk berusaha membahagiakanku. Proses khitbah berjalan dengan sederhana dan
khidmat. Sesekali pandangku melayang kewajahmu, sepanjang hari itu tak pernah
kudapati kamu tengah melihat kearahku. Ada malu yang membuatku semakin yakin
padamu.
***
Januari 2015
Apa-apa yang ada pada dirimu tak ada yang tak
kusukai, namun batin ini masih bimbang, bingung dengan perasaan sendiri. Disatu
sisi tak ingin kehilanganmu, pun di sisi lain aku belum bisa sepenuhnya
menerima. Malam itu kuulang membaca pesan darimu berkali-kali, meyakinkan diri
jawaban apa yang paling mewakili hati. Terimakasih atas perhatian itu,
terimakasih atas pernyataan itu. Namun semesta belum yakin pada hati kita masing-masing.
***
24 Juli 2016
“Saya terima nikahnya…” aku terjongkok dipintu kamar
yang masih tertutup rapat, berusaha menenangkan irama jantung yang tak keruan
berdegup. Di akhiri kata “Sah” dan doa yang menggema dikelilingi para malaikat.
Riuh hati ini memanjatkan doa satu persatu untuk kamu, untuk aku, untuk kita.
Semoga aku dan kamu saling bahu-membahu dalam kebaikan..
“Oh, Allah… Aku
jatuh cinta. Pada laki-laki yang menikahiku. Dihari pernikahan kami.”
***
1 Agustus 2015
Kamu memintaku mengenalkan pada sesosok wanita yang
baik, yang kamu kira mampu mendampingimu melewati warna-warni kehidupan, yang
cerah, yang gelap, yang abu. Meski aku bukan yang paling baik, meski aku tak
pernah yang paling cantik, namun saat itu jikalah kamu minta aku tuk menemanimu
memulai perjalanan baru, aku mau. Sungguh.. Namun tak ada yang dapat kulakukan
selain menyampaikannya lewat doa.
“Jika memang
laki-laki ini untukku, dan jika memang ini waktu yang tepat bagi kami,
persatukanlah kami dalam ikatan suci. Namun jika bukan, timbulkanlah
keragu-raguan dalam hatinya..”
Seketika itu ragu menyelimuti atas langkah yang akan
kamu ambil. Aku mengerti, ini terbaik dariNya.
***
16 Februari 2016
Entah apa yang mengawali percakapan kita malam itu,
dengan penuh harap aku mengutarakan maksud hati, meski dengan sedikit canda.
Dan meski aku tahu kamu tak peka haha. Hari itu dimulai perjalanan aku dan kamu
mengenal satu sama lain, sekali lagi mencoba menerka-nerka kemana takdir Tuhan
akan membawa..
***
24 Juli 2016
Pandang kita beradu, pandang penuh cinta yang mampu
merontokkan dosa-dosa yang selama ini mata kita pernah lakukan. Masih sedikit
ragu, betulkah laki-laki dihadapanku ini adalah suamiku? Senyum mengembang
tanpa kusadari. Hari itu kamu kecup keningku, dan kucium punggung tanganmu,
penuh doa. Malam itu bibir kita beradu dengan ragu dan malu, ingin lama-lama
menikmati setiap debar malam pertama.
Aku mencintaimu…
Aku mencintaimu…
Pernyataan yang selagu dengan detak jantungku…
Aku mencintaimu…
Selamat ulang tahun ke-30 ayah...
Semoga setiap tetes peluh untuk menafkahi keluarga kecil kita, bernilai pahala disisiNya..
Semoga selalu Allah bimbing aku dan kamu di jalan yang baik..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar