Fabiyyai 'alaa irrobikuma tukadziban? | Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan? - Q.S. Ar-Rohman: 13
Berapa banyak dari kita yang mendustakan nikmat Allah? Sifat dusta adalah cenderung menyembunyikan kebenaran. Seberapa banyak dari kita yang menyadari bahwa nikmat yang didapat semata dari Allah, namun tidak mampu mengakui kebenarannya?
Setiap dini hari dan malam sebelum memulai kegiatan belajar mengajar di Daarut Tauhiid, kami, para santri, selalu diarahkan untuk membaca surat Ar-Rohman bersama-sama. Semakin sering saya membaca surat ini, semakin sering pertanyaan itu muncul dikepala saya. Masih beranikah saya mengeluh disaat begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan?
Saya teringat pada salah satu teman satu kamar saya yang dikaruniai 'kelebihan' oleh Allah. Namanya Deti. Awal saya mengenal, Deti adalah anak yang periang. Ia mampu membangun suasana canggung menjadi lebih cair. Saya selalu menyebutnya "Si Bungsu" karena sifatnya yang ceria dan kadang kekanakan. Baru dua malam saya satu kamar dengan Deti, ada yang aneh dengannya. Ia selalu memakai alat menyerupai handsfree bluetooth ditelinganya. Awalnya saya tidak berani bertanya, namun pada salah satu pembicaraan bermula dari pembicaraan tentang SLB (Sekolah Luar Biasa), Deti tiba-tiba bilang,
"Saya hampir aja sekolah di SLB" dengan gayanya yang cuek dan riang seperti biasa.
"Loh? Ko bisa? Gak ngerti." Saya spontan bertanya. Karena bingung sebenarnya dia sedang bercanda atau serius -___-
"Iya, saya mengalami kurang pendengaran sejak kelas 5 SD. Semakin lama, pendengaran saya semakin memburuk, saat saya mau masuk ke SMA, bapak takut kalau saya teruskan sekolah di sekolah umum, saya jadi tertekan.
"Akhirnya saya didaftarkan di salah satu SLB di Garut. Namun entah kenapa saya merasa saya bisa sembuh. Saya ini normal. Saya mau sekolah di sekolah yang normal. Karena rasa ingin sembuh yang sangat besar, saya selalu mendesak bapak untuk membawa saya ke dokter setiap seminggu sekali walaupun sebenarnya pemeriksaan cukup dilakukan sebulan sekali.
"Akhirnya dokter di Garut mengarahkan kami untuk mencoba memeriksa di rumah sakit di Bandung, dengan peralatan yang lebih canggih. Setelah diperiksa oleh dokter di Bandung, ternyata pendengaran saya tetap tidak bisa sembuh, namun ada alat pendengaran yang lebih kecil untuk memudahkan saya mendengar. Saat itu saya masih menggunakan alat pendengaran yang besar dan cukup mengganggu.
"Ternyata masalah tidak selesai sampai disitu. Kondisi ekonomi keluarga menuntut saya memilih salah satu, beli alat pendengaran dulu atau sekolah dulu. Saat itu saya bimbang, disatu sisi saya ingin sekali sekolah, namun disisi lain saya juga sangat membutuhkan alat pendengaran. Saya hanya menyampaikan pada bapak, kalau saya ingin sekolah. Dan saya yakin, saya dapat bersekolah.
"Akhirnya saya ikhtiar mencari ujian beasiswa untuk masuk SMA. Atas izin Allah, ternyata SMAN 1 Garut membuka seleksi beasiswa untuk lulusan SMP di Garut dengan biaya sumbangan yang tidak terlalu besar. Saya mengikuti seleksi itu dengan tetap menyerahkan semuanya pada Allah.
"Alhamdulillah saya diterima di SMAN 1 Garut, sekolah tersebut adalah sekolah favorit di Garut. Dan yang lebih mengejutkan, berdasarkan tes seleksi saya diterima di kelas akselerasi dimana saya dapat menyelesaikan SMA hanya dalam jangka waktu dua tahun saja. Namun bapak yang terlalu khawatir, membujuk saya untuk tidak mengambil kelas akselerasi, beliau bilang saya tidak boleh terlalu memforsir kemampuan saya.
"Saya hanya nurut saja. Apapun yang bapak lakukan pasti demi kebaikan. Segala puji bagi Allah, saat ini saya dapat membuktikan bahwa saya adalah anak yang normal."
Deti benar-benar menyita saya masuk pada kisah hidupnya. Semua ia ceritakan dengan nada yang ringan tanpa beban membuat saya benar-benar kehilangan kata mendengarkan pengalaman hidupnya. Saat ini rasanya tak pantas jika saya masih mempertanyaan segala kekurangan diri..
Subhanallah..
Deti adalah salah satu bukti kebesaranMu.
Engkau yang memampukan, Engkau yang memberi kekuatan.
Tak ada yang tak mungkin bagiMu..
Allah berfiman..
Fain tauddu ni'matallahi la tukhsuuha | Jika kamu menghitung nikmat Allah (yang diberikan kepadamu) maka engkau tidak akan mampu (karena terlalu banyak).
22.33
Daarul Hikam, 21 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar