Rabu, 05 Juni 2013

Is it true that "Money can't buy happiness"?

Percakapan menjelang tidur selalu menyenangkan. Saya yang duduk bersila menghadap ibu dengan televisi dibalik punggung sambil pelan memijit betis kakinya akan menceritakan apa yang saya alami, siapa yang saya temui, dan pelajaran apa yang saya dapatkan hari ini. Kemudian Ayah akan diam-diam mencuri dengar ceritaku dibalik laptopnya sambil sesekali berkomentar pada topik yang sedang saya dan ibu bicarakan. Mungkin salah satu hiburan baginya mendengar celoteh ngalor-ngidul anak pertamanya yang kadang masih kekanakan. Sebetulnya saya tak pernah benar-benar tertarik pada acara televisi, tapi sampai saat ini ruang televisi masih menjadi salah satu ruang favorit saya. Karena disinilah seringkali kami melakukan ritual percakapan sebelum tidur.


"Itu artis yang beli tas satu milyar siapa ya namanya, lupa." Komentar ibuku yang sedari tadi memperhatikan sekelebat tayangan televisi ditengah-tengah percakapanku tentang hari ini.


"Buat apa?"

"Buat dijual lagi katanya."

"Emang ada yang mau beli tas satu milyar?"

"Jangankan tas satu milyar, permen karet yang habis dikunyah pelatih sepakbola terus dimasukkin ke kotak kaca dijual enam milyar pun ada yang mau beli." Ayah yang sedari tadi berkutat dibelakang laptop akhirnya angkat bicara.

"Padahal buat apa ya.. Toh setelah beli itu pun mereka akan tetap merasa ada yang kurang."
Komentarku menyisakan hening sesaat sebelum akhirnya berganti pada topik pembicaraan yang lain.

***

Sebetulnya saya tak satu paham dengan mereka yang mengatakan bahwa uang tak dapat membeli kebahagiaan.Tentu saja uang dapat membeli kebahagiaan. Pertanyaan hanyalah kebahagiaan seperti apa?

Bagi saya strata tertinggi dari kebahagiaan adalah saat saya dikelilingi oleh orang-orang yang bahagia.

Sederhananya, pernahkah kamu merasa ada sesuatu yang hangat menelusup dibalik hati saat kamu mengeluarkan receh dari kantung seragammu, lalu dibalas dengan senyum polos anak kecil diperempatan saat lampu merah? Pernahkah kamu merasa ada sesuatu yang mencelos, menyisakan lubang dalam hatimu saat kamu memperhatikan kakek-kakek yang dihujani klakson mobil atau motor saat ia bersusah payah menarik gerobak sampah yang mungkin salah satu kantungnya berasal dari rumahmu?

Seorang suami yang bersusah-susah mencari uang tidak lantas bahagia saat ia menghabiskan uangnya sendirian. Ia akan secara otomatis bahagia saat anak-anaknya lahap, saat anak-anaknya dapat memakai baju yang cantik, dan saat anak-anaknya mendapat fasilitas terbaik untuk pendidikan.

Seorang istri yang menerima uang dari suaminya tidak lantas bahagia saat ia menghabiskan uangnya sendirian. Ia akan secara otomatis bahagia saat suaminya pulang kerumah dan mendapati nasi mengepul dengan lauk yang sepenuh hati disiapkan oleh sang istri.

Seorang anak akan secara otomatis bahagia saat ia dapat mencukupi kehidupan senja orangtuanya. Terlepas dari kewajibannya menjadi anak yang berbakti.

Tapi saya satu paham dengan pepatah yang mengatakan bahwa,
"Someone said 'money can't buy happiness' just because they didn't spent it right."


Bagi saya, hidup sesederhana memberi.

1 komentar:

  1. luarbiasa, sangat menginspirasi sekali..

    http://successiseveryonesright.blogspot.com/

    BalasHapus