Ibu Rika
bilang, sukarelawan yang sering datang kesini adalah mahasiswa-mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Biasa.
Aku tak banyak mengerti, yang aku tahu mereka selalu mengajar anak-anak
yang luar biasa. Seperti aku.
*****
Anak ombak yang saling mengejar terdengar semakin deras berdebur. Kurapatkan jaket, sebelum angin pantai menelusup tengkuk dan meremangkan bulu kuduk. Kini, semburat jingga dan ungu muda pasti sedang menghiasi permukaan laut serupa memancar bayang langit senja pulau Bawean. Aku menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, rasanya sangat menyenangkan.
Langkahku semakin bersemangat ketika riuh canda tawa anak-anak yang masih sangat muda mulai sayup terdengar. Belum sampai aku pada
sebuah gubuk panggung tanpa bilik tempat anak-anak itu berkejaran, kehangatan sudah menjalar dalam tubuhku, meski penerangan yang kami miliki hanya dua buah petromak yang menggantung pada sudut kayu penyangga gubuk tersebut.
"Assalamu'alaykum."
"Wa'alaykumsalaaaam. Ibuuuu!
"
Seketika senyumku pecah.
*****
"Ibu, Kejora mau tanya."
"Sebentar ya, ibu sedang sibuk. Sebentar ya."
"Kejora cuma mau tanya sebentar aja, ibu."
"Tapi ibu sedang sibuk, kakak-kakak sukarelawan sudah menunggu."
"Satu pertanyaan saja ibu."
"IBU BILANG SEBENTAR, KEJORA!"
"Kenapa Kejora tak punya Ayah, Bunda?"
Pecah juga pertanyaan yang tak bisa lagi kupendam rasa ingin tahu atasnya. Dari sekian banyak pertanyaan yang selalu melintas dikepalaku setiap kali aku terduduk diatas ayunan dari ban bekas depan panti selepas sholat isya, satu pertanyaan inilah yang paling mengganggu. Pertanyaan yang paling sering aku tanyakan pada Pemilik Langit,
"Kenapa Kejora tak punya Ayah, Bunda?". Dan kali ini aku membuat Ibu Rika marah, Ibu pemilik panti yang senantiasa selalu menyayangi dan menjagaku entah dari kapan, kini kubuat marah karena satu pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawab meski setiap kali berkah turun dari langit, berulang aku lirihkan pertanyaan yang sama. Yang itu-itu lagi.
Kutundukkan kepalaku dalam-dalam, siap dengan semua amarah yang akan aku terima karena rasa ingin tahu yang semakin hari semakin membuncit. Kudengar Ibu Rika menghentikan kegiatannya dengan kertas-kertas diatas meja, namun tidak juga menjawab pertanyaanku. Hanya sunyi.
"Maaf ibu, Kejora nakal. Maaf."
*****
Sebuah tangan mengelus lembut jilbabku, dan aku masih menekuk dalam-dalam kepalaku. Ternyata menahan air yang terlanjur mengembun dimata hanya akan meninggalkan sakit, seperti menelan biji mangga yang tersangkut dikerongkongan.
"Saat itu gerimis. Ketika teman ibu mengantarkanmu ke panti ini. Kejora masih sangat kecil, hanya berumur beberapa hari. Jari-jari tangan dan kaki kejora yang kecil menggulung karena kedinginan.
"Teman ibu bilang, Bunda meninggal beberapa jam setelah melahirkanmu karena rahimnya yang lemah. Sedangkan Ayah sudah lebih dulu mendahului Bunda 5 bulan sebelum kau lahir, karena kecelakaan kerja ditempat proyeknya. Mereka berdua sangat menyayangimu, Kejora. Kau tahu itu kan?"
"Iya, ibu." pipiku sudah basah ketika kata gerimis keluar dari mulut ibu Rika. Tangan-tangan itu kini merangkul tubuhku.
"Kau tahu, mengapa ibu memberimu nama Kejora?"
Aku hanya menggeleng lemah tanpa sedikitpun mengangkat wajahku dari pundaknya.
"Karena ibu tahu suatu saat nanti kau akan menjadi bintang yang paling terang dilangit, kemudian menjadi penunjuk jalan pulang bagi siapapun yang tak tahu kemana harus melangkah."
"Apa bintang Kejora itu, indah bu?"
"Sangat indah."
Tangisku perlahan mereda. Aku mulai bisa mengatur nafasku yang sedari tadi tersengal.
*****
Satu persatu anak-anak itu menyiumi punggung tanganku. Perlahan aku menaiki tangga gubuk panggung tersebut. 3 buah anak tangga yang sudah kuhapal betul letaknya, sehingga aku tidak pernah lagi terjatuh seperti beberapa hari pertama aku mengajar.
"Para
khalifah, sudah siap mengaji kan hari ini? Sudah siap mencari ilmu?"
"Siiiaaaap!!"
Kukeluarkan
Al-Qur'an Braille yang kudapat dari kakak-kakak sukarelawan yang sering mengunjungi panti dulu.
"Bismillah.."
*****
"Ibu, apa betul di Surga kita bisa pinta apa saja?"
"Iya. Memang Kejora mau minta apa?"
"Kejora ingin lihat Ayah dan Bunda."
*****
"Saat senja tiba pada awal bulan juli, cobalah tengok langit sebelah barat. Walaupun belum sepenuhnya gelap, sebuah bintang cemerlang tampak cukup tinggi menggantung. Awan tipis musim kemarau ini tak mampu membendung sinarnya. Itulah bintang kejora."