***
Siang itu kelas ramai, istirahat kedua memang waktu yang selalu dinanti-nantikan oleh hampir seluruh siswa di sekolah ini karena waktunya yang lebih panjang dari istirahat pertama. Saat itu seperti biasa, aku berbincang dengan teman sekelas soal banyak hal. Sampai kau tiba-tiba muncul dihadapanku yang sedang berdiri di dekat pintu kelas, "Tolong kasih tau temen-temennya ya." seraya memberikan secarik kertas pamflet berisi info acara osis. Aku belum sempat menjawab apapun, kau sudah terburu-buru memberi pamflet yang sama ke kelas sebelah. Itu pertama kali kita bicara secara langsung. Kau pasti belum tau siapa aku. Aku berbalik, rasanya ingin teriak pada semua teman-teman dekatku, "Kyaaa! Aku disapa kang Okky!"
***
Aku terburu-buru mandi dan bersiap-siap pergi, padahal jelas-jelas alergiku masih belum mengizinkanku kena angin, apalagi kena air. Setelah berpakaian rapi, aku mengambil helm dan kunci motor. Aku tahu aku tak akan datang tepat waktu, tapi setidaknya, kali ini aku ingin datang secepat yang aku bisa, berbuat yang terbaik yang bisa aku lakukan.
***
"Ini foto siapa? Kaka?" tanyamu tanpa menoleh, masih asik membuka-buka galery telpon genggamku.
"Bukan."
"Terus siapa?"
Aku hanya nyengir kuda, berharap kau tahu apa yang kumaksud.
"Siapa?" tanyamu lagi,
"Pacar." jawabku ketus pada ketida-pekaanmu.
Kau hanya ber-oh panjang sambil manggut-manggut meneruskan menggeser satu persatu foto dalam galery telpon genggamku. Itu pertama kali aku tahu, kau cemburu.
***
"Okky sayang sama kamu."
"Maaf."
Setelah itu, yang aku lakukan hanya terus menyakitimu, tanpa sedikit pun kau berhenti apalagi mundur. Pada akhirnya, aku menerima pernyataanmu, walau bukan berarti aku berhenti menyakitimu. Hubungan kita tak banyak berubah saat itu, kau selalu yang mengalah dan merasa bersalah. Hampir tak pernah marah, dan aku semakin parah menyakitimu. Semakin tak tahu diri. Sampai akhirnya aku lelah sendiri, lelah menyakitimu yang tak pernah sedikitpun menyalahkanku.
Hubungan kita singkat sebagai sepasang kekasih, namun tak kemudian berhenti hanya sampai disitu. Kau masih memperhatikanku dari jauh. Aku tahu itu, hanya sering kali aku berpura-pura tidak tahu.
Saat siapapun menyakitiku, kau yang akan pertama kali menenangkanku, Kau yang pertama kali ingin aku ceritakan. Maka kau akan jadi yang pertama kali mencari tahu siapa yang menyakitiku lalu membelaku.
Sudah berulang kali aku meminta maaf atas semua yang telah aku lakukan padamu, dan selalu ini yang kau katakan, "Kamu ga salah, Okky yang minta maaf." kemudian kau akan mulai menyalahkan dirimu sendiri. Membuatku semakin menderita karenanya.
***
Aku sampai dirumahmu setelah menempuh perjalanan 1,5jam. Rumahmu ramai. Banyak motor dam mobil parkir berjajar. Ya, kau memang orang baik. Aku bertemu dengan beberapa teman saat kita SMA dulu, kemudian aku bertemu kakakmu, Rere.
"Ini siapa?"
"ini Ui, teh"
"Ya ampun ,Ui. Pangling liatnya, dulu kan belum pakai jilbab waktu kesini."
"Iya." kemudian aku hanya bisa memeluk Rere, entah apa yang harus aku katakan.
Seorang wanita yang duduk di belakang sambil menggendong balita perempuan tiba-tiba berkata,
"Ini Ui? Ui, dulu kan Okky naksir tuh sama Ui. Okky suka cerita, soalnya kakak-kakaknya kan pada kepo, hehehe."
"Bukan cuma naksir, emang pernah jadian bukan?" timpal Rere, yang hanya bisa aku balas dengan anggukan dan senyuman.
Aku sebenarnya sudah lama tidak ingin mengingat masa-masa 'ketidak-tahuanku'-ku dulu.
"Ayo, duduk."
"Iya teh.."
***
"Okky udah lama ga kerumah?" tanya mama tiba-tiba.
"Iya tapi rencananya minggu ini mau kerumah. Mau buka puasa bareng. Biasa aja berempat sama kang Brata, sama kang Radit."
"Iya, boleh. Papa tuh paling seneng kalau Okky kerumah."
"Kenapa?"
"Baik. Orangnya rame lagi. Dibanding sama temen-temen kamu yang lain. Paling asik ngobrol sama Okky, makanya papa percaya kalau kamu perginya sama Okky."
Aku hanya menggangguk-angguk. Itu pertama kalinya aku tahu, bahwa semua orang disekelilingku menyayangimu.
***
"Pesen apa?"
"Lele, hehe"
"Oke, sama."
"Kang, ada yang deketin Ui."
"Orangnya baik?"
"Kayanya sih."
"Kalau dia sayang sama kamu, terus orangnya baik, Okky sih ga masalah. Tapi orangnya harus baik loh ya."
"Iya, kita liat aja nanti."
Malam itu buka bersama ketiga kakakku. Sebenarnya mereka kakak tingkat saat SMA dulu. Kang Okky, Kang Brata dan Kang Radit. Mereka semua baik. Sosok kakak laki-laki yang memang tak pernah aku miliki sebelumnya. Kami melewati acara makan dengan canda dan tawa seperti biasa. Malam itu pertama kalinya, kita berempat makan sambil foto-foto. Padahal sekian sering pergi keluar bareng, jarang foto-foto dulu. Tapi ya sudahlah, tak ada salahnya.
***
"Kemarin Okky bilang, 'pengen cepet sembuh, Okky mau deh diapain aja. Di operasi juga gak apa-apa. Asal Okky cepet sembuh. Okky kasian sama papah yang udah tua.' Ya itulah Okky, walaupun sakit gak pernah ngeluh sakit. Hari itu dia manja banget sama Rere. Pengen Rere ada di deket dia terus. Pengen Rere ngelus-ngelus dadanya, supaya tenang, katanya."
"Kang Okky sakit tumor apa, teh?"
"Tumornya itu jenis tumor ganas. Genetik, udah ada dari Okky masih kecil. Tapi perkembangan selnya baru dimulai pas dia dewasa. Awalnya di paru-paru tapi terus menjalar ke organ tubuh yang lain. Udah lengket, jadi susah buat di operasi. Dada bagian kanannya menonjol, bagian punggung kanannya juga, saking tumornya udah besar. Hari itu dia pegang tangan Rere, seperti ngerasa sesuatu, tapi gak bilang ada apa."
"Maaf teh, boleh Ui ke makam kang Okky?"
"Iya, boleh."
***
Sore itu langit cerah, walau tanah masih basah sisa hujan kemarin malam.
Tanah merah yang gersang berubah warna jadi coklat pekat dan lengket.
"Kang, Ui ga mau nangis di depan teh Rere, apalagi didepan makam akang.
Ui cuma mau akang tau, Ui sayang sama akang, walau Ui juga tau, sayangnya Ui ke akang selalu kalah besar. Terlepas dari akang anggap Ui adik atau bukan."
Menulis kisah kita tak akan pernah sederhana.
Terlalu banyak warna, terlalu banyak kisah nostalgia.
Tentang kita..
Mereka bilang pertemuan dan perpisahan adalah paket kehidupan.
Kita sudah terlalu banyak melalui pertemuan dan perpisahan.
Kita pernah bersama-sama menangisi perpisahan.
Bertemu lagi, kemudian berpisah lagi.
Namun percayalah, perpisahan kita tak pernah semenyesakkan ini.
Aku tak pernah benar-benar tahu bahwa kehilanganmu selamanya menyisakan luka seperih ini.
Rasanya ingin sekali lagi bertemu denganmu, dan bertanya,
"Kalau Ui kangen, Ui harus gimana?"
Kita tak pernah benar-benar kehilangan sesuatu, kecuali waktu.
Aku tak ingin lagi membebanimu dengan ketidakrelaanku.
Biar tulisan ini menjadi bukti bahwa kau tak pernah benar-benar mati.
Setidaknya dalam hati ini.
This is our last chat.
This photo was taken on August 8th, 2013
This is our last met.
This photo was taken on February 7th, 2014
***
Lakukan yang terbaik pada setiap pertemuan.
Karena kita tidak pernah benar-benar tahu kapan pertemuan akan menjadi perpisahan.
Forever brother,
Okky Ardiansyah
18 Oktober 1990 - 7 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar