"Hai." aku menyapanya masih dengan sarung tangan dan jaket yang belum kulepas setelah terburu-buru memarkirkan motorku tepat disebelah cafe buku tempat kami berjanji untuk bertemu.
Ia mendongakan kepalanya, lalu tersenyum. Lebar. Itu membuatku sedikit lega, karena ia tidak marah. Terimakasih pada otakku yang semalam memilih untuk bertemu di cafe buku, setidaknya buku bisa benar-benar mengalihkan dunianya, bahkan sama sekali tidak keberatan jika aku datang terlambat jauh lebih lama dari yang kulakukan sekarang.
"Maaf ya, lama."
"Gak apa-apa. Hehe. Ada ini." sahutnya sambil sedikit mengangkat buku ditangan kanannya, yang kini dalam keadaan tertutup namun diampit oleh jari telunjuk dihalaman terakhir ia membaca.
Kemudian seperti biasa aku hanya mengangguk, lalu tersenyum seadanya.
Ya, inilah aku dan takdirku yang tak pernah tahu bagaimana cara menunjukan bahwa sungguh saat ini aku bahagia bisa duduk berdua dengannya. Siap mendengar semua kisahnya. Siap sekali lagi menikmati senyumnya.
Ia menaruh buku disampingnya. Menurunkan tas dari atas meja kesamping tempat duduknya.
"How's life?" kini ia sedikit mencondongkan tubuhnya padaku dengan senyum jahilnya.
"Biasa."
"Udah move on belom? Ahaha."
"Move on itu yang gimana?"
"Move on itu bergerak maju. Masa gak tau?"
"Enggak."
Ia menatap mataku agak lama, yang dulu sering dilakukannya. Entahlah. Karena ia tak pernah tahu apa yang ada dalam pikiranku, begitu katanya.
"Oke! Aku kasih tau. Einstein pernah bilang kalau hidup ini seperti bersepeda. Kita harus terus bergerak agar tidak 'terjatuh'. Nah, bicara soal gerak, Aristoteles bilang bahwa dalam bergerak perlu ada teologis-nya. Teologis itu berasal dari kata telos yang artinya tujuan. Jadi kalau kamu gak mau "jatuh" kamu harus terus bergerak menuju tujuanmu. Selain perlunya teologis, bergerak juga ditunjang dengan adanya kehendak atau kemauan. Percuma kalau kamu punya tujuan tapi gak punya kemauan. Gitu loh."
Aku hanya ber "oh" panjang sambil sesekali mengangguk.Ia membetulkan letak kacamatanya,
"Nah, beda lagi kalau kata Newton, beliau bilang benda yang diam pun sebenarnya bergerak. Mereka bergerak menahan gravitasi bumi. Terus Newton juga bilang, kalau benda yang diam sebenarnya adalah benda yang bergerak secara konstan."
"Hah? Maksudnya?"
"Haha. Bingung ya. Gini, kita tahu bumi ini bergerak kan? Tapi kita gak ngerasain geraknya, seakan-akan bumi ini diam. Karena bumi bergerak konstan dengan kecepatan yang sama dan secara terus-menerus."
"Hmm.."
"Jadi kalau sampai sekarang kamu merasa bergerak, tapi pergerakannya masih begitu-begitu saja, itu berarti kamu belum move on. Ahaha."
Ia tertawa. Tawanya masih seperti dulu. Mata sabitnya saat tertawa masih seperti dulu. Saat ia masih milikku.
"Duh jadi kemana-mana nih ngomongnya. Gimana? Udah beres desainnya?"
"Oiah." sesuatu mencelos didadaku ketika mengingat alasan aku bertemu dengannya kali ini. Kukeluarkan laptop yang beberapa tahun ini tak pernah lupa kubawa.
Kubuka dokumen dengan judul, "Desain Kartu Undangan".
Kurang dari dua bulan lagi, berdosalah aku jika mengingatnya.
*****
Cinta tak mungkin berhenti secepat saat aku jatuh hati
Jatuhkan hatiku kepadamu sehingga hidupku pun berarti
Cinta tak mudah berganti, tak mudah berganti jadi benci
Walau kini aku harus pergi tuk sembuhkan hati
- Tangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar