Minggu, 17 Juni 2012

Big Picture



We tend to loose the big picture.

Complaining about the pilled-up tasks, never-end exams. Feeling dumb for having a bad score. Yet we forget we can go to school.

Whining about how hard our life, about we crack under the pressure, about we can't stand still anymore. Yet we forget we have a life.

Never satisfied with our weights, our body curves, our heights. Disappointed whenever we see our reflections. Yet we forget we still breath.

Grumbling about how annoying our parents are, frustrated with our siblings, wish we born into a better family. Yet we forget we already have one.


Some of what we have now are privileges to others.


People miss the big pictures. We fail to see the biggest part.
That's all.

***

Original Posted by Priscila Stevanni :)

Seandainya aku tahu

Aku memasrahkan kakiku melangkah menapaki jalan kecil di sepanjang jalan belakang menuju rumahku. Sisa hujan tadi siang, membuat sandalku kotor oleh tanah bercampur air. Angin yang menyentuh permukaan kulit, membuat pori-poriku meremang. Sinar matahari sesekali menembus celah daun dan ranting, sama sekali tidak mampu menghangatkanku. Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam, menatap genangan-genangan air dihadapanku.

Sampai sebuah sepeda motor yang kukenali suara knalpotnya menghentikan langkahku. Perlahan aku mendongakkan kepalaku, dan kutemukan kau bersama seorang lelaki yang sudah kukenal betul, dia adikmu. Kau terhenti, lalu menatapku sekilas. Seuntas senyum mengembang di bibirku. Kau, sebuah nama yang selalu ada dalam doaku. Kau, seseorang yang dibahumulah aku menyandarkan kepalaku saat merasa lelah. Kau, yang aku nikmati ketidaksempurnaanmu. Kau, harapanku.

"Aku mau bicara.", mesin sepeda motormu masih menyala saat aku mengatakannya.

Kau menatapku lagi, kali ini lebih lama dari sebelumnya, dan sialnya aku tidak mengerti apa arti tatapanmu. Pandanganmu kini beralih pada jalan yang lurus, lalu kau jalankan lagi sepeda motormu, melewatiku tanpa menoleh.

Kau telah menarik dinding luka yang menganga dengan sekuat tenaga. Linu dan perih datang bersamaan. Bulir-bulir air mata yang tidak lagi dapat kutahan membuat sekelilingku menjadi ruang hampa udara. Kakiku yang lemas kini tak mampu menopang tubuhku. Aku terjatuh menghantam tanah basah dengan keras. Buram. Sebelum akhirnya gelap. Yang tersisanya hanya bayang senyum bahagiamu dua bulan yang lalu di hari pernikahan kita dan surat permintaan cerai yang belum kutandatangani.

Sayang, andai aku tahu apa kesalahanku.
Maafkan aku.

Selasa, 12 Juni 2012

Surat Cinta Soekarno untuk Hariyatie

Sepucuk surat yang ditujukan untuk Harijatie salah satu wanita yang dinikahi oleh Soekarno pada bulan mei 1963. Surat ini dibuat setelah 3 bulan pernikahan mereka, tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1963.

Pada sisi surat yang terdiri dari 2 lembar ini, dituliskan oleh Soekarno, "Bali saka hotel, Ora bisa turu, njur nulis layang iki." yang artinya kurang lebih "Pulang dari hotel, tidak bisa tidur, lantas menulis surat ini."

Berikut kutipan suratnya:


Yatie adikku wong ayu,

Iki lho arloji sing berkarat kae. Kulinakna nganggo, mengko sawise sesasi rak weruh endi sing kok pilih : sing ireng, apa sing de mau kae, apa karo-karone? Dus : mengko sesasi engkas matura aku ( Dadi : sanajan karo-karone kok senengi, aku ya seneng wae )
Masa aku ora seneng? Lha wong sing mundut wanodya pelenging atiku kok! Aja maneh sekadar arloji, lha mbok apa-apa wae ya bakal tak wenehke.

Tie, layang-layangku ki simpenen ya! Karben dadi gambaran cintaku marang kowe kang bisa dibaca-baca maneh ( kita baca bersama-sama ) ing tembe jen aku wus arep pindah omah sacedake telaga biru, sing tak ceritake dek anu kae. Kae lho, telaga biru ing nduwur, sak nduwure angkasa. Coba tutupen mripatmu saiki, telaga kuwi rak katon ing tjipta! Yen ing pinggir telaga mau katon ana wong lanang ngagem jubah putih ( dudu mori lho, nanging kain kang sinulam soroting surya ), ya kuwi aku, ----aku, ngenteni kowe. Sebab saka pangiraku, aku sing bakal ndisiki tindak menyang kono, ---aku,ndisiki kowe!

Lha kae kembang semboja sing saknduwure pasareanku kae, ----petikan kembang iku, ambunen, gandane rak gandaku. Dudu ganda kembang, naning sawijining ganda kang giwane saka rasa-cintaku. Sebab oyote kemboja mau mlebu ing dadaku ing kuburan.


Masmu

Soekarno



yang artinya kurang lebih:


Yatie, adikku yang ayu,

Ini lho, arloji bertahta emas itu. Biasakan memakai, nanti setelah sebulan, kamu akan tau mana yang hendak dipilih. Yang hitam, yang satunya, atau bahkan keduanya? Jadi sebulan lagi, katakanlah ( walaupun senang keduanya, aku akan senang juga )> masak aku tidak senang, apalagi yang meminta adalah jantung hatiku. Jangankan arloji, apapun akan aku beri!

Tie, suratku ini tolong disimpan ya. Supaya menjadi gambaran cintaku kepada kamu. yang bisa dibaca-baca lagi ( atau kita baca bersama-sama ) pada suatu hari nanti saat aku mau pindah rumah di dekat telaga biru yang pernah aku ceritakan. Itu lho, telaga yang diatasnya angkasa. Coba kau pejamkan matamu sekarang, maka kau akan melihat telaga itu. lalu jika ditepian telaga kau lihat lelaki berjubah putih ( bukan memakai kafan lho ya ) tapi kain bersulam sinar matahari yang menjadi jubah, itu aku, aku---menunggumu. Sebab sepertinya, aku yang akan lebih dulu pergi kesana, mendahuluimu.

Nanti jika kau lihat kembang kamboja diatas nisanku, Ciumilah!
maka engkau akan rasakan aroma tubuhku. Bukan aroma bunga, tetapi aroma yang tercipta dari rasa cinta. Sebab akar kamboja itu telah menusuk menembus dadaku, didalam tanah sana!!

Masmu

Soekarno



***

Menemukan surat ini dari blog mbak Artasya Sudirman :)

Senin, 11 Juni 2012

HOME

Aku selalu senang pulang ke rumah pada malam hari dalam keadaan lelah. Suasana rumah terasa jauh lebih hangat dan nyaman dari biasanya. Disambut senyum mama atau canda papa. Cukup rasanya mengusir lelah dan keluh setelah satu hari penuh berkegiatan di luar.

Setelah berganti pakaian, aku selalu menyempatkan bercerita tentang apa saja yang aku alami hari ini. Mereka selalu mendengarkan dengan seksama, walau seperti biasa, tak banyak berbicara.

***

Seseorang mengucapkan salam saat membuka pintu, aku meninggalkan pekerjaan di laptopku dan bergegas menyambutnya. Membawakan tas kerja dan jaket kulit hitam favoritnya. Ia tersenyum, mengecup keningku sekilas, kemudian masuk ke kamar mandi.

Biasanya kalau pulang selarut ini, ia sudah makan malam di luar. Jadi tak kusiapkan apapun dibalik tudung saji. Sebelum tidur, kami menyempatkan bercerita tentang kegiatan yang melelahkan selama satu hari bekerja. Kau banyak bercerita tentang klienmu, dan aku bercerita tentang customer-ku.

"Aku selalu suka pergi bekerja", ucapnya tiba-tiba

"Kenapa? Supaya punya uang banyak?"

"Bukan. Soalnya aku punya kamu, alasan untuk aku pulang ke rumah."

***

Hey, you. Would you be my home?

Minggu, 10 Juni 2012

Adalah aku yang mencintaimu dengan sederhana. 
Sesederhana memperlakukanmu sebagaimana aku ingin diperlakukan.

- @yuuiiw

Sabtu, 09 Juni 2012

First Love

It's my first love
What I'm dreaming of
When I go to bed
When I lay head upon my pillow
Don't know what to do


My first love
He think that I'm too young
He doesn't even know
Wish that I could show him what I'm feeling
Cause I'm feeling my first love...

***

Setiap hari rabu pukul 4 sore, aku selalu menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di taman dekat rumahku. Karena hanya setiap hari rabu aku mempunyai waktu pulang lebih cepat dari hari lainnya. Sedangkan hari libur, taman ini terlalu penuh dengan orang-orang yang berbelanja. Aku tidak suka tempat yang terlalu ramai.

Di taman ini selalu banyak berkumpul para seniman yang menjajakan hasil karyanya. Entah itu lukisan, piring-piring keramik, atau hiasan-hiasan kayu. Ada beberapa yang dijual ada juga yang hanya sekadar memajangnya untuk dinikmati para pejalan kaki sepertiku. Bahkan di antara mereka ada juga yang menyediakan jasa lukis.

Setelah menyelusuri jalan kecil, tak lama, aku melihat seorang laki-laki dengan perawakan kurus. Ia memiliki sorot mata yang teduh dan garis wajah yang tegas. Ia selalu duduk disana, diatas kursi lipatnya, di pinggir sebuah lampu taman berwarna hijau, menghadap sebuah danau kecil, dengan kanvas dan kuas yang tak pernah kering. Ia sering melukis di tempat itu, tapi anehnya tak satupun hasil karyanya dipajang. Ia juga tidak menyediakan jasa lukis seperti seniman lain.

Sebenarnya, laki-laki ini adalah salah satu alasan mengapa aku sering datang kesini. Aku mencarinya. Hanya sekedar ingin melihatnya. Ya, aku menikmati hasil karya Tuhan yang satu ini. Aku suka kerut di dahinya saat ia melukis. Aku suka saat ia menggera-gerakkan kepalanya, menimbang-nimbang apa ada yang salah dengan lukisannya. Aku ingin tahu apa yang dipikirkannya saat melukis.

Tak terasa langit sudah mulai jingga, ia meregangkan tangannya dan mulai memasukan satu persatu kuas dan cat-cat minyak ke dalam kantung backpack besarnya. Sedangkan aku masih memandanginya sambil duduk di atas rumput yang mulai basah karna embun. Aku menghela nafas, cukup untuk hari ini, sudah waktunya aku pulang.

Aku bangkit dari tempatku, lalu menepuk-nepuk bagian belakang rokku, karna ada serpih rumput yang menempel disitu. Saat aku mendongakkan kepala, aku melihat sosok itu dihadapanku. Ssosok yang selama ini aku pandangi dari jauh, kini ia berdiri di depanku. Aku masih melongo sampai ia menyadarkanku dengan menyerahkan sebuah kanvas.

"Apa ini?" ucapku spontan. Kebingungan, malu dan tentunya gugup.

"Lukisanku. Rabu depan aku tidak melukis disini lagi." jawabnya sambil tersenyum.

Kemudian membalikan badan bahkan sebelum aku sempat mengucapkan terimakasih. Aku memandangi punggungnya yang kurus, menjauh, lalu menghilang di antara pohon saat ia berbelok.

***

Aku masih berdiri memandangi lukisan yang menggantung di ruang tamuku. Lukisan dengan pemandangan danau dan senja dari sebuah taman. Tak jauh dari situ terlihat seorang perempuan dan tas selempangnya duduk diatas rumput diantara seniman yang menjajakan hasil karyanya. Aku menikmati lukisan ini seperti aku menikmati seseorang yang melukisnya dulu.

"Sayaaang, mau sampe kapan lukisannya diliatin? Aku cemburu niih.." tegur seseorang menyadarkan lamunanku sambil melingkarkan tangannya dipinggangku.

Aku menoleh, memandang matanya yang kini melihat ke arah lukisan itu dengan cemburu.

"Bagus lukisannya." ucapku.

"Lukisannya atau yang ngelukisnyaa?" kini nada bicaranya mencoba menggodaku.

 "Jadi cemburu sama lukisannya atau sama yang ngelukisnya?" kini ia tidak menjawab. Hanya mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.

Aku terkekeh melihat tingkahnya,

"The most important thing is to be the best, not to be the first." bisikku sebelum akhirnya mengecup bibir suamiku. Lembut.

Minggu, 03 Juni 2012

Semangat!!

Anak akuntansi yang tiba-tiba bilang ga mau jadi akuntan itu... Saya.

Kalau kata ali "Jalanin aja dulu yang sekarang, sambil nyari passion kamu apa."
Walaupun sampe sekarang masih belum tau passion kita dibidang apa. Atau mau jadi apa nantinya. Seengganya kasih yang terbaik dulu deh buat yang udah dijalanin. Kuliah kan ga ada yang salah jurusan. Toh sebelum masuk kuliah, selalu berdoa dikasih yang terbaik. So I think this is the best HE gave for me.

Yup!
Wish me luck for my exam. Huff! (^0^)9