Kamis, 15 September 2011

Untuk Kamu

Rasanya mau menuliskan semua yang terjadi hari ini. Menuliskan tentang kamu, dia, dan waktu bahkan tentang jarak dan kesalahpahaman. Ingin menumpahkan semua rasa kecewa, sakit dan bersyukur secara bersamaan. Tapi tidak ingin mengungkapkannya secara brutal apalagi dengan memaki dan menyumpahi seseorang -jujur, itu bukan gaya saya.
Kalau saja ada satu kata yang bisa menggambarkan perasaan saya hari ini. Saya pasti sudah teriakan didepan cermin. Karna saya sadar betul, bukan cacianmu -yang bahkan menyalahkan saya atas apa yang terjadi pada kamu dan dia- yang membuat saya kesal. Saya kesal karna sampai sekarang saya masih berpikir bahwa "Dialah yang salah. Bukan saya." Kalau saja saya mau merendahkan hati sedikit saja. Kemudian menyerahkan semua yang terjadi pada-NYA, mungkin kini hati saya sudah sedikit tenang.
Saya bukan mau meminta maaf. Hanya ingin menyadarkan. Sudahlah.. Tuhan tahu mana yang terbaik untukmu, saya dan dia. Rasa kesalmu terhadap saya sama sekali tidak mengubah keadaaan apalagi menyelesaikan masalah. Btw, saya suka kata-kata "biang kerok"-mu, menurut saya itu keren B-) Saya belum pernah menggunakan kata-kata itu untuk seseorang, yang saya paling benci sekali pun. Karena saya benci seseorang yang merasa dirinya paling benar. Itulah kenapa saya kesal setiap kali saya berpikir "Bukan saya yang salah."
Menurut saya, saya, kamu dan dia hanya perlu sama-sama menemukan apa kesalahan masing-masing. Biar kemudian waktu, jarak dan kesalahpahaman itu sendiri yang bahkan menunjukan jalannya.

15 September 2011 09:28
Hari ini pun saya belajar banyak hal dari kamu, terimakasih. Mari kita bertemu saat sama-sama menemukan kesalahan lalu sama-sama mentertawakannya.

Sepaket itu Mama dan Papa :)

Saya tidak mau tidur cepat hari ini. Mau berlama-lama ngobrol sama papa. Mau diskusi soal banyak hal. Sedikit sombong bahwa kali ini saya bisa mengerti -paling tidak sedikit- soal dunianya. Dunia ekonomi. Sampai dia tersenyum bangga, menyadari kini anaknya bukan lagi gadis kecil yang tidak tahu apa-apa. Lalu berguling-guling manja di atas tempat tidur mama. Menggodanya sampai kesal, ekspresi kesalnya itu bikin gemas >< Kemudian saya peluk erat wanita paling indah dalam hidup saya itu. Pelukannya adalah obat paling mujarab kedua -setelah menangis diatas sajadah- untuk mengobati rasa sakit.
Kali ini saya mau sampaikan, "Ma, pa, hari ini teteh ngalamin kejadian yang bikin sakit hati, tapi teteh ga nangis loh." Karna mama bilang "Patah hati itu hal biasa" dan karna saya sadar bahwa jatuh cinta dan patah hati itu satu paket. Seperti mama dan papa yang satu paket bahkan hidup berdampingan dengan harmonis.
Setelah perbincangan kecil itu, kemudian saya sadar kenapa saya bisa begitu kuat, karna orangtua saya adalah orang-orang hebat.

15 September 2011 08:09
BBNotePad. Rumah Tercinta. Diatas sajadah. Tanpa menangis.

Untuk kamu, bahkan seseorang yang hanya saya tahu namanya, berbahagialah :)

Senin, 12 September 2011

Perjalanan

Masih jauh rupanya, entah saya menuju kamu atau kamu menuju saya yang jelas perjalanan saya dan kamu masih sama-sama jauh. Saya selalu suka duduk-duduk di kursi penumpang, lalu memperhatikan awan -siapa tahu ada namamu terselip dintaranya. Saya pikir kamu akan sedikit meninggalkan petunjuk- atau sekedar memandang tumpukan-tumpukan padi yang baru panen. Kamu pasti berpikir petak-petak sawah itu akan lebih indah jika dalam keadaan hijau. Sebenarnya saya rasa tumpukan padi yang baru panen tidak kalah indah. Mereka seperti anak perempuan yang baru menikah. Sudah tidak hijau, sudah ada yang punya. Tapi mereka bahagia karena sebentar lagi akan bermanfaat bagi kehidupan seseorang. Sesekali saya membuka jendela, memejamkan mata mencari bau tubuhmu diantara angin. Mungkin angin ingin sedikit membantu saya menemukanmu.
Kalau lagi ga' sabar, saya selalu cerewet pada supir supaya cepat-cepat membawa saya sampai tujuan. Saya kepingin cepat-cepat bertemu kamu. "Jangan kebut-kebut ah. Lambat asal selamat aja, neng", oh saya rasa pernyataan ini ada benarnya. Bersabar lebih lama lagi agar saya sampai ke tujuan yang lebih indah. Seperti sedang dalam perjalanan mendaki gunung, jika mau bersabar lebih lama dan berkorban lebih banyak, maka puncak yang akan saya capai juga akan memperlihatkan pemandangan yang lebih indah.
Saya tidak tahu kapan dan dimana perjalanan ini akan berakhir. Yang saya yakin, perjalanan ini akan berakhir indah. Kapanpun itu, dimanapun itu, siapapun kamu.

Bandung-Cirebon
2 September 2011 09:32